makalah dimensi ISlam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah sebuah agama yang menjadi
rahmatanlilalamin bagi seluruh pemeluknya, namun kita pun belum mengetahui
secara garis besar tentang Islam dan bagian-bagian yang memperkokoh Islam itu
sendiri.
Islam
sebagai agama bisa dilihat dari berbagai dimensi; sebagai keyakinan, sebagai
ajaran dan sebagai aturan. Apa yang diyakini oleh seorang muslim, boleh jadi
sesuai dengan ajaran dan aturan Islam, boleh jadi tidak, karena proses
seseorang mencapai suatu keyakinan berbeda-beda, dan kemampuannya untuk
mengakses sumber ajaran juga berbeda-beda. Diantara penganut satu agama bisa
terjadi pertentangan hebat yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan.
Sebagai ajaran, agama Islam merupakan ajaran kebenaran yang sempurna, yang datang
dari Tuhan Yang Maha Benar. Akan tetapi manusia yang pada dasarnya tidak
sempurna tidak akan sanggup menangkap kebenaran yang sempurna secara sempurna.
Kebenaran bisa didekati dengan akal (masuk akal), bisa juga dengan perasaan
(rasa kebenaran). Kerinduan manusia terhadap kebenaran ilahiyah bagaikan api
yang selalu menuju keatas. Seberapa tinggi api menggapai ketingian dan seberapa
lama api itu bertahan menyala bergantung pada bahan bakar yang tersedia pada
setiap orang. Ada orang yang tak pernah berhenti mencari kebenaran, ada juga
yang tak tahan lama, ada orang yang kemampuannya menggapai kebenaran sangat
dalam (atau tinggi), tetapi ada yang hanya bisa mencapai permukaan saja. Oleh
sebab itu sangatlah penting dalam
mempelajari Islam itu dengan seutuhnya jangan sebagian agar tidak terkecoh oleh
hal-hal yang tidak sesuai.
B. Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan agar kita lebih
tahu dan lebih memahami apa Islam dan dimensi-dimensinya, dengan kita menggali
dan meneliti apa itu Islam pastilah kita dalam memeluk Islam itu bukan karena
faktor lain melainkan atas dasar hati
nurani dan keyakinan yang hakiki.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dimensi Islam
Dimensi berarti
parameter atau pengukuran yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sifat-sifat
suatu objek-yaitu panjang, lebar, dan tinggi atau ukuran dan bentuk. Pengertian
dimensi dalam Kamus Oxford yaitu dari kata “dimension” artinya
- Ukuran dari panjang, lebar atau berat dari sesuatu.
- Ukuran
dan luas dari suatu situasi.
- Aspek
atau cara untuk melihat suatu permasalahan.[1]
Adapun
dimensi-dimensi Islam yang di maksud pada bagian ini adalah sisi keislaman seseorang, yaitu Iman,
Islam, dan Ihsan. Atau kata Nurcholihs Madjid menyebutnya sebagai trilogy
ajaran Illahi.[2]
Trilogi
itu telah mendapatkan ekspresinya dalam banyak segi budaya Islam.
Arsitektur masjid Indonesia yang banyak diilhami oleh, dan
pinjam dari, gaya arsitektur kuil Hindu, mengenal adanya seni arsitektur
atap bertingkat tiga. Seni arsitektur itu sering
ditafsirkan kembali sebagai lambang tiga jenjang perkembangan
penghayatan keagamaan manusia, yaitu tingkat dasar
atau permulaan (purwa), tingkat menengah (madya)
dan tingkat akhir yang maju dan tinggi (wusana). Dan ini dianggap sejajar
dengan jenjang vertikal Islam, iman, dan ihsan, selain juga ada tafsir
kesejajarannya dengan syari'at, thariqat dan ma'rifat.
Dalam bahasa simbolisme, interpretasi itu hanyaberarti
penguatan pada apa yang secara laten telah ada dalam masyarakat.[3]
B. Dimensi-Dimensi Islam
Di
dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi SAW
membedakan Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits berikut Bukhori dan Muslim
meriwayatkannya dari Abu Hurairah, Pada suatu hari kami (Umar r.a. dan para
sahabat r.a.) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami
seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak
tanda-tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia
langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki
Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah
Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah
Saw menjawab,“Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu
melaksanakannya”.Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang iman.
Rasulullah saw. menjawab: “Iman adalah engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadar
(ketentuan) Allah yang baik dan yang buruk.” Laki-laki itu berkata lagi:
Beritahukan aku tentang Ihsan itu. Rasulullah saw. menjawab: “Ihsan adalah
engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika engkau
tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”[4]
Pembahasan
secara berurutan pengertian istilah-istilah di atas yaitu Islam, iman dan
akhirnya ihsan dilakukan tanpa harus dipahami sebagai pembuatan
kategori-kategori yang terpisah sebagaimana sudah diisyaratkan melainkan karena
keperluan untuk memudahkan pendekatan analitis belaka. Dan di akhir pembahasan
ini kita akan mencoba melihat relevansi nilai-nilai keagamaan dari iman, Islam
dan ihsan itu bagi hidup modern, dengan mengikuti pembahasan oleh seorang ahli
psikologi yang sekaligus seorang pemeluk Islam yang percaya pada agamanya dan
mampu menerangkan bentuk-bentuk pengalaman keagamaan Islam.
1. Islam
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam
pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi,
tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran
yang mengambil berbagai aspek-aspek dari Al-Qur’an dan hadits.[5]
Islam
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui
wahyu Allah Swt. Dimensi Islam mempunyai lima penyangga (rukun): Syahadat,
Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan dan Haji, Dimensi Islam dibahas secara mendalam
dalam buku-buku tentang Ilmu Fiqh. Ada dua sisi yang kita dapat gunakan untuk
memahami pengertian agama islam, yatu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan.
Kedua sisi pengertian tentang islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Dari
segi kebahasan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Kata salima selanjutnya diubah
menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Senada
dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari bahasa Arab,
terambil dari kata salima yang berarti selamat dan sentosa. Dari asal kata itu
dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat, sentosa dan
berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Dari pengertian itu,
kata islam dekat dengan arti kata agama yang berarti mengusai, menundukkan,
patuh, hutang, balasan dan kebiasaan. Rasulullah saw banyak menamakan beberapa
perkara dengan sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati),
salamat unnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan
tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik. Semua perkara ini, yang disebut
Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan
kepatuhan yang nyata.[6]
Pada
saat ini, tentu saja, kata-kata "al-Islam" telah menjadi nama sebuah
agama, khususnya agama yang dibawa oleh
Nabi Muhammad saw. yaitu agama Islam. Tapi, secara generik, "Islam"
bukanlah nama dalam arti kata sebagai nama jenis atau sebuah proper
noun. Dan ini melibatkan pengertian tentang istilah itu yang lebih
mendalam, yang justru banyak diketemukan dalam
Kitab Suci. Perkataan itu, sebagai kata benda
verbal yang aktif, mengandung pengertian sikap pada sesuatu, dalam hal ini
sikap pasrah atau menyerahkan diri kepada Tuhan. Dan
sikap itulah yang disebutkan sebagai sikap keagamaan yang benar dan diterima
Tuhan: "Sesungguhuya agama bagi Allah ialah sikap pasrah
pada-Nya (al-Islam) (QS. Al-Imran 3:19). Maka selain
dapat diartikan sebagai nama sebuah agama, yaitu agama Islam, perkataan
al-Islam dalam firman ini bisa diartikan secara
lebih umum, yaitu menurut makna asal atau generiknya, yaitu
"pasrah kepada Tuhan," suatu semangat ajaran yang
menjadikan karakteristik pokok semua agama yang
benar. Inilah dasar pandangan dalam al-Qur'an bahwa semua agama yang
benar adalah agama Islam, dalam pengertian
semuanya mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan, sebagaimana antara
lain bisa disimpulkan dari firman. Dan janganlah kamu
sekalian berbantahan dengan para penganut Kitab Suci (Ahl al-Kitab)
melainkan dengan yang lebih baik, kecuali
terhadap mereka yang dzalim. Dan nyatakanlah kepada mereka itu,
"Kami beriman kepada Kitab Suci yang diturunkan kepada
kami dan kepada yang diturunkan kepada kamu; Tuhan kami dan Tuhan
kamu adalah Maha Esa, dan kita semua
pasrah kepada-Nya (muslimun) (Q.S. al-'Ankabut 29:46).[7]
2. Iman
Menurut
bahasa iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut istilah, iman
adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan
anggota badan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iman adalah kepercayaan
yang berkenaan dengan agama; keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, Nabi,
kitab, yang tidak akan bertentangan dengan ilmu dapat pula berarti ketetapan
hati; keteguhan batin; keseimbangan batin. Akal tidak dapat sampai kepada
kewajiban mengetahui adanya tuhan,, iman
tidak bisa mengambil bentuk ma’rifat atau amal tetapi haruslah merupakan
tasdiq. Adapun batasan yang di kemukakan al Bazdawi tentang iman adalah
menerima dalam hati dengan lidah bahwa tiada tuhan selain Allah dan tidak ada
yang serujpa dengan-Nya.[8]
Sedang
iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah pendapat Imam
Al-Baghawi r.a., beliau berkata :”Para sahabat, Tabi’in, dan para ulama sunnah
mereka bersepakat bahwa amal shalih adalah bagian dari iman. Mereka berkata
bahwasannya iman terdiri dari ucapan dan perbuatan serta keyakinan. Iman
bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.[9]
Pengertian
iman secara umum, yaitu sikap percaya, dalam hal ini khususnya percaya pada
masing-masing rukun iman yang enam (menurut akidah Sunni). Karena percaya pada
masing-masing rukun iman itu memang mendasari tindakan seorang maka sudah tentu
pengertian iman yang umum dikenal itu adalah wajar dan benar. Berdasarkan itu,
maka sesunggahnya makna iman dapat berarti sejajar dengan kebaikan atau
perbuatan baik. Ini dikuatkan oleh adanya riwayat tentang orang yang bertanya
kepada Nabi tentang iman, namun turun wahyu jawaban tentang kebajikan
(al-birr), yaitu:
Oleh
karena itu perkataan iman yang digunakan dalam Kitab Suci dan sunnah Nabi
sering memiliki makna yang sama dengan perkataan kebajikan (al-birr), taqwa,
dan kepatuhan (al-din) pada Tuhan (al-din).
3. Ihsan
Dalam
hadits Nabi menjelaskan, "Ihsan ialah bahwa engkau menyembah Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihat engkau." Maka ihsan adalah ajaran tentang
penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri
sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadat.
Ihsan
adalah pendidikan atau latihan untuk mencapai dalam arti sesungguhnya. Karena
itu, ihsan menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia. Ia tegaskan bahwa makna
Ihsan lebih meliputi daripada iman, dan karena itu, pelakunya adalah lebih
khusus daripada pelaku iman, sebagaimana iman lebih meliputi daripada Islam,
sehingga pelaku iman lebih khusus dari pada pelaku Islam. Sebab dalam Ihsan
sudah terkandung iman dan Islam, sebagaimana dalam iman sudah terkandung Islam.
Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri secara harfiah berarti "berbuat
baik." Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin, sebagai seorang yang
ber-iman disebut mu'min dan yang ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai
bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan terkait erat sekali dengan
pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq mulia. Disabdakan oleh Nabi
bahwa yang paling utama di kalangan kaum beriman ialah yang paling baik ahlaqnya.
Ihsan
memiliki tiga macam tindakan utama yakni:
1. Berbuat kebajikan terhadap sesama,
baik itu dengan lisan dengan harta maupun dengan tindakan (tenaga) dengan
mengintegrasikan agama (dinul Islam) pada seluruh segi kehidupan serta
memasukkan kehidupan itu sendiri ke dalam irama-irama ibadah dan tatanan nilai
yang ditentukan oleh agama yang melahirkannya. Dalam hal ini, ihsan (kebajikan)
telah menciptakan suatu keutuhan yang direfleksikan dalam tindakan dan
perbuatannya dengan tanpa pamrih.
2. Melakukan suatu ibadah dengan penuh
kesadaran dan keikhlasan yang senantiasa berhubungan dengan kehadiran Tuhan
bersinar di dalam jiwa manusia melalui prinsip-prinsip tentang realitas dan
sesuai dengan kebenarannya yang terletak dalam inti ajaran Islam, karena Islam
itu sendiri didasarkan pada sifat realitas.
3. Merenungkan dan memikirkan Tuhan
Yang Maha Esa dalam segala sesuatu dan setiap tarikan dan hembusan nafas,
karena substansi sesungguhnya dari makhluk Tuhan adalah pengentalan nafas Yang
Maha Pengasih (nafas Al'Rahman) yang ditupkan pada pola-pola dasar (al-a'yan
al-tsabitah) kemudian melahirkan alam.[10]
Kemudian,
kata-kata ihsan itu sendiri secara harfiah berarti "berbuat
baik." Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin, sebagai seorang
yang ber-iman disebut mu'min dan yang
ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai bentuk jenjang penghayatan
keagamaan, ihsan terkait erat sekali
dengan pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq mulia.
C. Aliran dalam Pemikiram Islam
Sebagaimana
yang telah dipelajari dalam dimensi Islam yakni Iman yang merupakan salah satu
dari tiga sendi utama dalam Islam, dalam pembahasan yang mendalam mengenai Iman
maka melahirkan salah satu ilmu yang disebut dengan Ilmu Kalam., sedangkan
pelajaran yang lebih mendalam mengenai Ihsan maka akan melahirkan salah satu
cabang ilmu Islam yang disebut dengan ilmu Tasawuf. Secara
garis besar, kita dapat membedakan tiga
bidang pemikiran islam, yaitu aliran kalam, aliran fikih, dan aliran tasawuf.
Dan pada kesempatan ini tiga aliran itu yang akan dibahas.
1. Aliran Kalam
Kalam secara harfiyah berarti perkataan atau
ucapan, adapun dalam arti yang lebih khusus kalam diartikan sebagai ilmu yang
membahas tentang tuhan dan berbagai aspek yang terkait dengannya. Menurut Ibnu
Khaldul, ilmu kalam yaitu ilmu yang berisi alasan-alasan yang mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan
aliran golongan salaf dan ahli sunah. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa
ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan
kepercayaan-kepercayaan keagaamaan dengan bukti-bukti yang meyakinkan.[11]
Sungguh ironiIslam agama yang di yakini sebagai agama rahmatallil’alamin oleh
penganutnya ternyata tidak selamanya bersifat positif. Salah satu contohnya
terpecahnya umat Islam menjadi beberapa golongan yang disebabkan tahkim.
Peristiwa ini membuat bencana bagi umat Islam terpecah paling yidak menjadi
tiga golongan atau kelompok. Umat Islam kelompok pertama adalah pendukung
Muawiyah diantaranya adalah Amr bin Ash, dan yang kedua yaitu pendukung Ali bin
Abithalib. Sedangkan kelompok pendukung Ali setelah dan menjelah Tahkim
terpecah menjadi dua yaitu pendukung Ali dan kelompok yang tidak puas akan
keputusan Ali yang disebut dengan kelompok Khawarij. Dan khwarij adalah aliran
kalam yang pertama dalam islam. Amir al-Najjar
berkesimpulan bahwa penyebab rumbuh dan berkembangnya aliran kalam yaitu
pertentangan dalam bidang polotik. Al-Syarastani menjelaskan bahwa Khawarij
pecah menjadi beberapa subsekte dan dari pecahan itu pecah lagi menjadi
subsekte kecil. [12]
ini menandakan bahwa dalam suatu agama tidak akan selamanya satu jalan
dikarenakan bebeda pemikiran diantara para pemikir umat Islam, oleh sebab itu
banyak perbedaan dalam menjalankan beragama tetapi tujuanya sama.
2. Aliran Fikih
Pengertian hukum Islam hingga saat
ini masih rancu dengan pengertian syariah. Untuk itu dalam dalam pengertian
hukum Islam disini dimaksudkan didalam pengertian syariah, yaitu ilmu yang
berkaitan dengan amal perbuatan manisia yang di ambil dari nash Al-Qur’an dan
Hadits. Bila ada nash dari al-Qur’an
atau hadits yang berhubungan dengan amal perbuatan tersebut atau yang diambil dari sumber-sumber lain,
bila tidak adak nash dari al-Qur’an dan Hadits maka di bentukalah suatu ilu
yang disebut ilmu fikih, dengan demikian ilmu fiqih adalah sekelompok hukum
tentang amal perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.[13]
Secara historis hukum Islam telah
menjadi dua aliran pada zaman sahabat, dua aliran itu adalah Madrasat
al-Madinah dan Madrasat al-Bagdad atau MAdrasat al-Hadits dan
MAdrasat al-Ra’yi. Sedangkan Ibnu al-Qayim al-Jaujiyyah menyebutkan
sebagai Ahl-al-Zhahir dan Ahl al-Ma’na. aliran Madinah terbentuk
karena sebagian sahabat tinggal di Madinah, dan aliran Bagdad atau Kuffah
terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut. Thaha Jabir Fayadl
al-Ulwani, menjelaskan bahwa majhab fiqih Islam yang muncul setelah sahabat dan kibar al-Tabiin berjumlah
13 aliran akan tetapi tidak semua aliran itu dapat di ketahui dasar-dasar
metode istinbath hukum yang dugunakannya. Berikut adalah pendiri tigabelas
aliran itu:
1. Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar
al-Bashri (w. 110H)
2. Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin
Zuthi (w. 150H)
3. Al-Auza’I abu ‘Amr ‘Abd al-Rahman
bin ‘Amr bin Muhammad (w. 157H)
4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq
al-Tsauri (w.160H)
5. Al-Laits bin Sa’d (w.175 H)
6. Malik bin Anas al-Bahi (w. 179 H)
7. Sufyan bin ‘Uyainah (w. 198 H)
8. Muhammad bin Idris al-Syafi’I
(w.204H)
9. Ahmad bin Muhammad bin Hambal. (w.
241 H)
10. Daud bin Ali al-Ashbahani al-Baghdadi (w. 270
H)
11. Ishaq bin Rahawaih (w.238 H)
12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid
al-Kalabi (w. 240 H)
Aliran hukum Islam yang terkenal dan
masih ada pengikutnya sampai sekarang hanya ada empat aliran yaitu Hanafiyah, Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Hanabilah. Kan tetapi yang sering dilupakan dalam sejarah hukum
Islam adalah bahwa buku-buku sejarah hukum
Islam cenderung memunculkan aliran-aliran hukum yang berafiliasi dengan
aliran Sunni, sehingga para penulis sejarah hukum Islam cenderung mengabaikan
pendapat Khawarij dan Syiah dalam bidang hukum Islam.[14]
3. Aliran Tasawuf
Menurut etimologi , yaitu Ahlu
suffah kelompok orang pada zaman rasulullah hidupnya banyak di serambi serambi
mesjid mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Alah. Ada lagi
mengatakan Tasawuf berasal dari kata shafa ( fi’il mabni majhul) orang yang
bersih dan suci, orang yang menyucikan dirinya Dihadapan Allah.. Ada yang
mengartikan berasal dari bahasa Yunani saufiI yang berarti kebijaksanaan. shuf
yang berarti bulu domba (wol). Tasawuf berdasarkan istilah, (1) menurut
Al-Jurairi, Memasuki segala budi (Akhlak) yang bersifat suni dan keluar dari
budi pekerti yang rendah. (2) Menurut AlJunaidi , ia memberikan rumus bahwa
tasawuf adalah bahwa yang hak adalah yang mematikanmu dan Hak-lah yang
menghidupkanmu. Ada beserta Allah tanpa adanya penghubung.
Dari segi kebahasan (linguistik)
terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubungkan orang dengan tasawuf.
Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan
tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah) yaitu orang yang ikut pindah dengan
nabi dari Makkah ke Madinah, saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam
melaksanakan shalat berjama’ah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos(bahasa
Yunani:hikmah), dan suf (kain wol kasar). Jika diperhatikan secara saksama,
tampak kelima istilah tersebut bertemakan tentang sifat-sifat dan keadaan yang
terpuji, kesederhanaan, dan kedekatan dengan Tuhan. Kata ahl al-suffah misalnya
menggambarkan keadaan orang yang mencurahkan jiwa raganya, harta benda dan
lainnya sebagai kekayaan, harta benda dan sebagainya yang ada di Makkah untuk
ditinggalkan karena ikut hijrah bersama nabi ke Madinah. Tanpa ada unsur iman
dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidaklah mungkin hal
demikian mereka lakukan. Dengan demikian dari segi kebahasan tasawuf
menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa,
mengutamakan kebenaran, dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia
disisi Allah. Sikap demikian pada akhirnya membawa seseorang berjiwa tangguh,
memiliki daya tangkal yang kuat dan efektif terhadap berbagai godaan hidup yang
menyesatkan. Tasawuf atau sufisme adalah salah satu dari jalan yang diletakkan
Tuhan di dalam lubuk Islam dalam rangka menunjukkan mungkinnya pelaksanaan
kehidupan rohani bagi jutaan manusia yang sejati yang telah berabad-abad
mengikuti dan terus mengikuti agama yang diajarkan al-quran.[15]
Adapun maqom atau tingkatan yang harus di lewati untuk menjadi sufi yaitu:
taubat, wara, zuhud, fakir, sabar, tawakal, dan ridhi (rela). Masing-masing
dari maqom ini disoroti dan di beri arti
sesuai dengan citra pensucian hati secara sufi. Namu secara urut dari
semua maqom itu juga mengarah ke peningkatan secara tertib dari satu maqom ke
maqom berikutnya. Yaitu apabila telah tercapai kepada makom yang terakhir akan tercapailah kebebasan hati dari segala
ikatan dunia.[16]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebetulnya, antara entitas Iman dan
Islam ini kompleks, karena di situ dilengkapi dengan unsur Ihsan. Unsur Ihsan
ini tidak seperti rel kereta api yang tidak saling ketemu antara yang satu
dengan yang lain. Sekarang, tugas para ilmuwan, muballigh, dan juga pimpinan
masyarakat, bagaimana mencari hubungan ketiganya yang, lebih manusiawi. karena
dimensi Ihsan sebetulnya sangat terkait, selain ukhrawi, juga lebih tampak
insani. Bukan tidak mungkin ketika dimensi Ihsan kemanusiaan tidak dilengketkan
dengan iman dan Islam.
Dan dari ketiga factor itu yang akan
memunculkan aliran-aliran yang ada samapai sekarang bahkan yang sudah tinggal
sejarahnya saja yang di karenakan oleh perbedaan pendapat para imam maka tibullah
berbagai aliran dalam Islam baik dalam kajian kalam, kajian Fikih, bahkan dalam kajian tasawuf.
Dengan demikian janganlah menganggap hal tabu apalagi dijadikan perdebatan
sehingga akian menimbulkan permusuhan anatar pengikut aliran, masalah perbedaan
itu tapi harus kita juadikan sebagai khasanah dalam beragama terutama dalam
islam.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Hakim, Abd.
Atang dan JAih Mubarok, Metodologi
Stady Islam, (Bandung, PT Remaja Rosda Karya,2010) cet. 12
·
Nasution, Harun,
Islam (ditinjau dari berbagai asfeknya),(Jakarta, UI-Press.2010) jilid,
I cet. 2010
·
Nasution, Harun,
Teologi Islam (aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), (Jakarta,
UI-Press.2010) cet. 2010
·
Nata, Abhudin,
Metodologi Studi Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2010) cet. 17
·
Simuh, Tasawuf
dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta, PT raja Grafindo Persada, 1997) cet.
II
[2]
Drs. Atang
Abdul Hakim, Ma dan Dr. Jaih mubarok. Metodologi Studi Islam (Bandung :PT
Remaja Rosdakarya) cet. 12, 2010 : 149
[4] http://marcopangngewa.blogspot.com/2010/06/dimensi-islam-iman-ihsan-dan-islam.html
[5] Harun Nasution,
Islam di Tinjau dari berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-press, 2010), cet. V, hlm.
17.
[6] http://marcopangngewa.blogspot.com/2010/06/dimensi-islam-iman-ihsan-dan-islam.html
[8] Tasdiq yaitu membenarkan,
mentekadkan, dalam hati. Harun Nasution, teologi Islam (Jakarta:UI-press,2010)
cet. 5, 1986. Hal. 147
[9] http://marcopangngewa.blogspot.com/2010/06/dimensi-islam-iman-ihsan-dan-islam.html
[10] http://marcopangngewa.blogspot.com/2010/06/dimensi-islam-iman-ihsan-dan-islam.html
[11] Abudin Nata, metodologi stadi islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010) cet, 17 hal. 268
[12]
Atang A. Hakim, metodologi studi islam.(Bandung, PT Remaja Rosdakarya,2010)
cet. 12, hal.152-158
[13]
Abudin Nata, metodologi stadi islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010)
cet, 17 hal. 298
[14]
Atang A. Hakim, metodologi studi islam.(Bandung, PT Remaja Rosdakarya,2010)
cet. 12, hal. 159-160
[15] http://marcopangngewa.blogspot.com/2010/06/dimensi-islam-iman-ihsan-dan-islam.html
[16]
Simuh, Taswuf dan perkembangannya dalam Islam, ( Jakarta, PT RajaGrafindo
Persada, 1997) cet. 2 hal, 49
Komentar
Posting Komentar