makalah hukum adat
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum
adanya hukum-hukum yang lain yang pertama kali muncul adalah hukum adat karena
hukum adat muncul dari adat itu sendiri.
Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat
suatu daerah. Walaupun sebagian besar Hukum Adat tidak tertulis, namun ia
mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat. Ada sanksi tersendiri dari
masyarakat jika melanggar aturan hukum adat. Hukum Adat yang hidup dalam
masyarakat ini bagi masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat
terasa. Penerapan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan
oleh masyarakat. Bahkan seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan ia
tidak dapat menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat menemukan
hukumnya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga ha rus
mengerti perihal Hukum Adat. Hukum Adat dapat dikatakan sebagai hukum
perdata-nya masyarakat Indonesia.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah supaya lebih tahu mengenai tentang
hukum yang berlaku di masyarakat yang ada di sekitar kita, apakah masyarakat
itu lebih menggunakan hukum adat dalam berbagai pemecahan masalahnya atau
menggunakan hukum selain hukum adat seperti hukum agama, hukum nasional dan
hukum lainnya, dengan demikian sekiranya sangat penting mengenai pembahasan
hukum adat ini, karena sering ditemukan di berbagai daerah yang masih kental
dengan hukum adatnya mereka lebih memilih menggunakan hukum adat di banding
hukum negara atau hukum agama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Berlakunya
Sebelum
membahas lebih jauh tentang pengertian hukum adat sekiranya kita bahas dulu
mengenai pengertian adat terlebih dahulu.
Istilah
adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam Bahasa
Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah menganal dan
menggunakan istilah tersebut.
Adat
atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut :“Tingkah laku seseoarang yang
terus-menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar
dalam waktu yang lama”. Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah :
1.
Adanya tingkah laku seseorang
2.
Dilakukan terus-menerus
3.
Adanya dimensi waktu.
4.
Diikuti oleh orang lain/ masyarakat.
Pengertian
adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang
lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya
pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara
memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu dengan yang lainnya pasti
tidak sama.
Adat-istiadat
dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu
kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup
yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat
yang hidup dan berakar dalam masyarakat. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo,
mengatakan bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat
ini ada yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis.
Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan
merupakan aturan hukum.
Hukum
Adat adalah merupakan terjemahan dari istilah (bahasa)Belanda “Adat Recht” yang
di kemukakan oleh Christian Snouck Hugronje di dalam bukunya yang berjudul “De
Atjehers”.
Untuk
mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat, maka perlu kita
telaah beberapa pendapat sebagai berikut :
1. Prof.
Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah
keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari
kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar
terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu
adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap
penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila
penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat
itu sudah merupakan hukum adat.
2. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven
Hukum adat adalah keseluruhan
aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum
dikodifikasikan.
3. Dr.
Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah
kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan
dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
4. Mr. J.H.P. Bellefroit
Hukum adat sebagai
peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetapi
tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa
peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
5. Prof.
M.M. Djojodigoeno, S.H.
Hukum adat adalah hukum
yang tidak bersumber kepada peraturan peraturan.
6. Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah
endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah kaidah kesusialaan yang
kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
7. Soeroyo
Wignyodipuro, S.H.
Hukum adat adalah suatu
ompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu
berkembang serta meliputi peraturan peraturan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis,
senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum (
sanksi ).
8. Prof.
Dr. Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak
tertulis didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup
yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung
oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut
mempunyai kekuatan hukum.
Dari definisi-definisi yang
dekemukakan oleh para sarjana diatas, dapat disimpulakan bahwa pengertian dari
hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang huidup dalam masyarakat, yang
diputuskan oleh pihak yang berwenang dan mempunyai akibat hukum. Adapun dasar
hukum berlakunya hukum adat adalah sebagai berikut:
1. Pasal
11 AB, menurut ketentuan ini hukum adat menjadi sumber hukum, terutama bagi
golongan bumi putera.
2. Pasal
75 ayat 3 redaksi lama RR 1854 jo pasal 131 IS ayat 2 sub B, yang menyatakan
bahwa untuk golongan hukum Indonesia (asli) dan golongan timur asing berlaku
hukum adat mereka.
3. Pasal
II AP UUD 1945, yang menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan yang
ada masih langsung berlaku, selama masih diadakan yang baru.
Dari
ketentuan-ketentuan tersebut, hukum adat dapat menjadi hukum positif Indonesia
sehingga bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam
masyarakat.
B. Istilah, Unsur, Dan Bentuk Hukum Adat
Istilah
“Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh Prof.Dr. Cristian Snouck
Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang Aceh), yang
kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang
berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”.
Dengan
adanya istilah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir tahun 1929 menggunakan secara resmi dalam peraturan
perundangundangan Belanda.
Istilah
hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam masyarakat, dan masyarakat hanya
mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Adat Recht yang diterjemahkan menjadi
Hukum Adat dapatkah dialihkan menjadi Hukum Kebiasaan. Van Dijk tidak
menyetujui istilah hukum kebiasaan sebagai terjemahan dari adat recht untuk
menggantikan hukum adat dengan alasan:“ Tidaklah tepat menerjemahkan adat recht
menjadi hukum kebiasaan untuk menggantikan hukum adat, karena yang dimaksud
dengan hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena
kebiasaan, artinya karena telah demikian lamanya orang biasa bertingkah laku
menurut suatu cara tertentu sehingga timbulah suatu peraturan kelakuan yang
diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat, sedangkan apabila orang mencari
sumber yang nyata dari mana peraturan itu berasal, maka hampir senantiasa akan
dikemukakan suatu alat perlengkapan masyarakat tertentu dalam lingkungan besar
atau kecil sebagai pangkalnya. Hukum adat pada dasarnya merupakan sebagian dari
adat istiadat masyarakat. Adat-istiadat mencakup konsep yang luas. Sehubungan
dengan itu dalam penelaahan hukum adat harus dibedakan antara adat-istiadat
(non-hukum) dengan hukum adat, walaupun keduanya sulit sekali untuk dibedakan
karena keduanya erat sekali kaitannya.
Teori
ini dikemukakan oleh Mr. LCW Van Der Berg, Yang disebut teori Reception in Coplexu: Kalau suatu masyarakat
itu memeluk agama tertentu maka hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah
hukum agama yang dipeluknya. Kalau ada hal-hal yang menyimpang dari pada hukum
agama yang bersangkutan, maka hal-hal itu dianggap sebagai pengecualian.
Terhadap
teori ini hampir semua sarjana memberikan tanggapan dan kritikan antara lain:
Snouck Hurgronye: Ia menentang dengan keras terhadap teori ini, dengan
mengatakan bahwa tidak semua Hukum Agama diterima dalam hukum adat. Hukum agama
hanya memberikan pengaruh pada kehidupan manusia yang sifatnya sangat pribadi
yang erat kaitannya dengan kepercayaan dan hidup batin, bagian-bagian itu
adalah hukum keluarga, hukum perkawinana, dan hukum waris. Terhaar Membantah
pendapat Snouck Hurgrunye, menurut Terhaar hukum waris bukan berasal dari hukum
agama, tapi merupakan hukum adat yang asli tidak dipengaruhi oleh hukum Islam,
sedangkan hukum waris disesuaikan dengan struktur dan susunan masyarakat.
Teori
Reception in Comlexu ini sebenarnya bertentangan dengan kenyataan dalam
masyarakat, karena hukum adat terdiri atas hukum asli (Melayu Polenesia) dengan
ditambah dari ketentuan-ketentuan dari hukum Agama demikian dikatakan oleh Van
Vollen Hoven.
Memang
diakui sulit mengdiskripsikan bidang-bidang hukum adat yang dipengaruhi oleh
hukum agama hal ini disebabkan :
1. Bidang-bidang
yang dipengaruhi oleh hukum agama sangat bervariasi dan tidak sama terhadap
suatu masyarakat.
2. Tebal
dan tipisnya bidang yang sedangkan adat bersumber dari masyarakat sendiri dan
tidak tertulis.
C. Persekutuan Hidup
Dalam masyarakat adat
terdapat suatu susunan persekutuan hidup, yaitu:
1. Masyarakat
hukum adat yang genealogis
Dalam
masyarakat yang geneologis, dikenal sistem kekerabatan atau pertalian
keturunan, yaitu sebagai berikut:
a. Menurut
garis laki-laki/patrilinear
Anggota keluarga
berasal dari keturunan bapak, sistem ini menganut sistem perkawina secara
exogamy, dimana wanita yang di nikahi laki-laki akan menjadi anggota atau masuk
menjadi kekerabatan suami, oleh karenaitu ada yang dikenal dengan maskawin
sebagai tanda diputuskannya dengan kekerabatan keluarga wanita yang dinikahi
itu. Contohnya hukum adat Batak, Bali, dan Ambon.
b. Menurut
garis ibu/matrilinear
Anggota keluarga
berasal dari keturunan ibu, dimana pihak wanita yang melamar pihak laki-laki
dengan maskawin sebagaimana dalam kekerabatan laki-laki diatas. Contohnya:
hukum adat Minangkabau, Kerinci,dan Semendo.
c. Menurut
garis keturunan ayah dan ibu/parental/bilateral
Pada sistem kekerabatan
ini ditarik dari pihak ayah dan ibu, artinya para anggota kekerabatan jenis ini
menjadi kerabat dari pihak laki-laki dan perempuan.
2. Masyarakat
hukum adat yang territorial
Dari
persepektif territorial ini, diantara angkatan atau anggota persekutuan tidak
perlu ada hubungan persaudaraan, tetapi cukup menyadari bahwa mereka hidup
dalam lingkungan wilayah yang sama. Hal ini merupakan pengikat antar wargadari
masing-masing persekutuanteritorial tersebut.
D. Perbedaan Adat Dan Hukum Adat
Pendapat
L. Pospisil: untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat
dari atribut-atribut hukumnya yaitu :
a. Atribut
authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka yang
berpengaruh dalam masyarakat.
b. Intention of Universal Application :Bahwa
putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap
berlaku juga dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
c. Obligation (rumusan hak dan kewajiban) :Yaitu
rumusan hak-hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan
apabila salah satu pihak sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka
hanyalah putusan yang merumuskan mengeani kewajiban saja yang bersifat
keagamaan.
d. Adanya
sanksi/ imbalan: Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan
sanksi/imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa
takut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
Beberapa perbedaan mengenai adat dan hukum
adat:
1. Adat/
kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat hanyalah
sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
2. Hukum
adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkan adat tidak
mempunyai nilai/ biasa.
3. dipengaruhi
hukum agama juga bervariasi.
4. Hukum
adat ini bersifat lokal.
Perbandingan
antara adat dan hukum adat menurut para tokoh:
1.
Dari Terhaar : Suatu adat akan menjadi hukum
adat, apabila ada keputusan dari kepala adat dan apabila tidak ada keputusan
maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.
2.
Van Vollen Hoven : Suatu kebiasaan/ adat akan
menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi.
3.
Van Dijk :
Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan bentuknya.
Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak tertulis
dan ada juga yang tertulis,
e. Hukum Perkawinan Adat
Dalam
masyarakat yang masih berpegang teguh pada adat, perkawinan merupakan peristiwa
penting dalam masyarakat, tidak saja menyagkut pihak yang menikah, tetapi juga
keluarganya. Pentingnya peristiwa perkawinan tersebut terkait dengan tujuan
dari perkawinan, yakni sebagai penerus angkatan dan keturunan. Tujuan
perkawinan menurut hukum adat berbeda dengan tujuan perkawinan menurut hukum
perdata barat dan undang-undang perkawinan.
Macam-macam
harta perkawinan menurut hukum adat yaitu:
1. Harta
yang diperoleh sebelum perkawinan.
2. Hartya
yang diperoleh dalam masa perkawinan ( harta gono-gini)
3. Harta
yang diperoleh dari hadiah yang diberikan oleh suami kepada isterinya ataupun sebaliknya.
4. Harta
yang diperoleh dari harta warisan.
f. Hukum Waris Adat
Hukum
waris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu
generasi kepada keturunannya. Dibeberapa
daerah, dimungkinkan hukum waris adat yang dipergunakan, seperti misalnya di Sumatera Barat dimana
garis perempuan yang dipergunakan. Atau
ada daerah-daerah lain yang juga mempunyai system pembagian waris yang
berbeda. Kalau kita lihat secara detil
memang tidak terlalu banyak penjelasan tentang hukum waris adat yang bisa
digali. Akan tetapi ada beberapa
perbedaan antara hukum waris adat dengan hukum waris Islam.
Didalam
hukum waris Islam, seluruh ahli waris berhak untuk menuntut hak nya, sementara
dialam hukum waris adat dimungkinkan ada harta yang tidak dapat dibagi waris. Didalam hukum waris Islam, semua ahli waris
mempunyai hak sesuai bagian masing-masing, sementara didalam hukum waris adat,
apabila tidak terdapat anak laki-laki maka anak perempuan dapat menutup seluruh
haknya.
Menurut
Ter Haar, hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang bertalian dengan
dari abad ke abad penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan
tidak berwujud dari generasi ke generasi. Selain itu, pendapat Soepomo ditulis
bahwa Hukum Adat Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses
meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda yang berwujud dan yang
tidak berwujud (immateriele goederen), dari suatu angkatan generasi
manusia kepada keturunnya.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa Hukum Waris Adat mengatur proses
penerusan dan peralihan harta, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dari pewaris pada waktu masih hidup dan atau setelah meninggal dunia kepada
ahli warisnya.
Perbedaan
lain adalah didalam hukum waris Islam Anak angkat tidak mendapatkan warisan
sementara didalam hukum waris adat anak angkat bisa mewaris dari orang tua
angkatnya. Terakhir, didalam kompilasi
hukum waris Islam Tidak ada ahli waris pengganti sementara didalam hukum waris
adat dimungkinkan ada ahli waris pengganti.
Asas-asas
umum dalam hukum waris adat diantaranya:
1. Ahli
waris adalah anak-anak dan keturunan pewaris.
2. Besar
bagian didasarkan kepada asas kerukunan dan keadilan sehingga besarnya bagian
ahli waris bisa tida sama.
3. Bagian
ahli waris sering disebut segendong sepikul/sepikulan.
4. Tidak
semua harta peninggalan menjadi harta warisan yang bisa dibagi-bagi.
5. Harta
pusaka sebagai hartya peninggalan yang tidak dibagi sehingga tetap menjadi
milimk bersama.
g. Hukum Tanah Adat
Hukum
tanah adalah kaidah-kaidah yang berhubungan dengan pengaturan tanah, yang meliputi pembukaan
tanah, penetapan hak, pemeliharaaan tanah, dan pemindahan tanah. Dalam hukum
adat, tanah merupakan benda yang berharga atau penting karena merupakan tempat
yang memberikan penghidupan, memberikan tempat bagi orang yang meninggal, dan
tempat bagi roh.
Hak
ulayat merupakan hak masyarakat atau persekutuan adat. Persekutuan adat
mempunyai hak menguasai tanah dan pohon-pohon yang ada didalam wilayah
persekutuan. Hak ulayat dapat dibentuk seperti dibawah ini:
1. Hak
milik
Hak
ini terjadi apabila seorang warga persekutuan mempunyai hubungan dengan
sebidang tanah pertanian atau pekarangan dengan cara membuka hutan, member
tanda-tanda,dan selanjutnya menanami secara terus menerus.
2. Hak
memungut hasil
Hak
ini terjadi apabila seorang warga persekutuan mempunyai hubungan dengan tanh
pertanian, tetapi hanya satu kali masa tanam.
Dalam
hukum adat dikenal ada dua macam transaksi tanah yaitu transaksi tentang tanah
dan transaksi yang berhubungan dengan tanah. Adapung yang di maksud dengan
transaksi adalah perubahan hukum yang dilakukan oleh anggota persekutuan.
a. Transaksi
tentang Tanah:
·
Jual Beli Tanah
·
Hibah Tanah
·
Tukar Menukar
Tanah
·
Wakaf Tanah
b. Transaksi
Yang berhubungan dengan tanah :
·
pinjam meminjam
tanah
·
gadai tanah
(Jual Gadai)
·
sewa menyewa
tanah (jual tahunan dan sewa)
·
bagi hasil tanah
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Adat
dan hukum adat secara historis-filosofis di anggap sebagai perwujudan atau
pencerminan kepribadian suatu bangsa dan merupakan penjelma dari jiwa Bangsa
(Volkgeist) yakni suatu masyarakat negara yang bersangkutan dari zaman ke
zaman. Setiap bangsa yang ada di dunia memiliki adat (kebiasaan) tersendiri
antara yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Dengan adanya ketidaksamaan
tersebut, kita dapat mengetahui bahwa adat kebiasaan merupakan unsur yang
terpenting dan memberikan identitas kepada bangsa yang bersangkutan selain
bangsa yang ada di dunia.
Tingkatan
peradaban maupun cara hidup yang modern tidak dapat atau tidak mampu
dihilangkan begitu saja adat (kebiasaan) yang hidup di dalam perikehidupan
masyarakat dan kalaupun ada hanya yang terlihat dalam proses kemajuan zaman itu
adalah adat (kebiasaan). Kebiasaan tersebut selalu dapat menerima dan
menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak zaman. Sehingga adat (kebiasaan)
itu tetap kekal dalam keadaan dan keberadaannya dalam suatu masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Dwiyatmi,
Sri Harini, pengantar hukum Indonesia, Bogor, PT. Ghalia Indonesia,
2006, cet. Pertama.
http://www.gunungmaskab.go.id/informasi/ucapan-dirgahayu-ke-8-kab-gunung-mas-dari-pemprov-kalteng.html
http://bowolampard8.blogspot.com/2011/08/pengertian-hukum-adat.html
silahkan kaka...
BalasHapus